Untuk
memenuhi syarat dan kriteria pembentukan lima Provinsi baru itu, saat ini RI
sedang mempercepat pembentukan Kabupaten dan Kota baru di tanah Papua. Banyak
pihak terlibat dan berlomba-lomba untuk pembentukkan daerah atau wilayah baru
dengan motif dan tujuan yang berbeda beda pula dari para pihak yang terlibat
dalam proses pembentukan daerah otonom itu.
Apa tujuan yang hendak dicapai dari pembentukan daerah otonom baru itu? Apa
saja dampak yang terjadi akibat dari pembentukan daerah otonom baru itu?
Dasar Pembentukan Daerah Otonom
Dasar pembentukan Daerah Otonomi Baru di Indonesia adalah UU Nomor 32 tahun
2004 tentang Otonomi Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 29 tahun 2000
tentang Persyaratan Pembentukan dan Kriteria Pemekaran, Penghapusan dan
Penggabungan Daerah.
Tujuan utama pembentukan Provinsi dan Kabupaten atau Kota baru idealnya adalah
untuk memperpendek rentang kendali pelayanan pemerintah kepada masyarakat. Dan
ada pula karena alasan historis, budaya atau kultur (etnis), ekonomi dan
keadilan, (www.pkkod.lan.go.id).
Demi untuk mewujudkan tujuan-tujuan itu, wakil rakyat (Legislatif) dan
pemerintah (Eksekutif) memiliki kewenangan untuk membentuk daerah otonom baru,
yaitu Provinsi baru, kabupaten /kota baru, distrik serta kampung baru.
Legislatif dan eksekutif memiliki kewenangan untuk meneliti layak dan tidaknya
suatu daerah atau wilayah dapat dibentuk menjadi propinsi, kabupaten/kota,
distrik dan kampung baru.
Jika
berdasarkan kajian telah memenuhi kriteria dan syarat pembentukan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku di Indonesia, maka pembentukan daerah otonom baru layak
untuk dilakukan. Dan sebaliknya jika tidak memenuhi syarat dan kriteria yang
sudah ditetapkan dalam Undang-undang Pemekaran, maka pembentukan daerah otonom
baru tidak layak untuk dilakukan.
Namun, fakta telah membuktikan bahwa banyak pemekaran Otonomi Daerah baru di
Indonesia tidak sepenuhnya memenuhi syarat dan kriteria yang menjadi acuan
dalam pemekaran itu. Pusat Kajian Otonomi Daerah yang dipimpin oleh Drs.
Nurjayadi Pribadi dan kawan kawannya telah menyimpulkan bahwa banyak pemekaran
Otonomi Daerah Baru di Indonesia hanyalah euforia belaka. Kebanyakan Otonomi
Daerah baru dibentuk karena alasan emosional, bukan rasional, (www.pkkod.lan.go.id).
Ada beberapa kriteria terpenting yang harus dipenuhi dalam pengusulan
pembentukan Daerah Otonom Baru sebagaimana tercantum dalam UU Nomor 32 tahun
2004, pasal 5 ayat (1) disebutkan bahwa harus memenuhi syarat adminitratif,
teknis dan fisik kewilayahan, antara lain: luas wilayah, jumlah penduduk,
potensi daerah dan sebagainya.
Pembentukan Daerah Otonom Baru Di Tanah Papua
Apakah pembentukan propinsi, kabupaten /kota, distrik dan kampung baru di tanah
Papua itu untuk mencapai tujuan utama dimaksud di atas? Ataukah untuk mencapai
tujuan terselubung lain dari RI dibalik pemekaran propinsi, kabupaten, kota,
distrik dan kampung yang semakin menjamur di tanah Papua?
Berdasarkan pengamatan dan kajian penulis selama ini, saya menyimpulkan bahwa
pemekaran di tanah Papua sarat dengan kepentingan politik, keamanan dan ekonomi
semata dari RI dan para sekutunya. Kepentingan politik dan keamanan ini terkait
erat dengan konflik Ideologi Politik antara Negara Indonesia dengan bangsa
Papua di bahagian Barat.
Konflik itu
dapat disebut konflik antara penganut Ideologi Pancasila (RI) dan Ideologi
Mabruk (Papua). Untuk mempertahankan Papua dalam NKRI, maka RI menerapkan
berbagai strategi Politik dan Keamanan. Strategi politik dan keamanan itu
dilakukan dalam rangka mengamankan kepentingan ekonomi dari RI dan para
sekutunya di tanah Papua.
Ada sebuah kajian menarik yang dilakukan oleh Pusat Kajian Otonomi Daerah yang
dipimpin oleh Drs. Nurjayadi Pribadi dan kawan kawannya telah menyimpulkan
bahwa: 1). Alasan pemekaran daerah lebih didasarkan pada emosional, bukan
rasional; 2). Implikasi pemekaran telah menambah beban anggaran pemerintahan
negara; 3). Kriteria-kriteria yang digunakan untuk melakukan pemekaran mengacu
pada PP (Peraturan Pemerintah) Nomor 29 tahun 2000, tetapi pada kenyataannya
daerah yang bersangkutan tidak menunjukkan kemajuan sebagaimana yang
diharapkan, (www.pkkod.lan.go.id).
Dampak Pembentukan Daerah Otonom Baru di Tanah Papua
Konflik ideologi politik antara RI dan Bangsa Papua sengaja dipelihara oleh RI
dan para sekutunya agar Tanah Papua menjadi kebun atau ladang atau dijadikan
sebagai dapur dunia. Tujuannya adalah meraih keuntungan ekonomi berlipat ganda,
merusak keutuhan ciptaan, (termasuk memusnahkan etnis Papua) dan menguasai
tanah Papua secara sistematis dan terencana serta terukur.
Berikut ini saya menampilkan beberapa dampak negatif dari Pembentukan Daerah
Otonomi Baru, yaitu Provinsi, Kabupaten/Kota, Distrik dan Kampung baru di Tanah
Papua.
Pertama, Pembentukan Daerah Otonom Baru menjadi pintu masuk untuk merusak
tatanan keutuhan ciptaan (sumber daya alam dan lingkungan), baik tumbuhan,
hewan dan tanah air Papua.
Kedua, Pembentukan Daerah Otonomi Baru menjadi pintu emas untuk menciptakan
kemiskinan struktural. Dengan dihancurkannya tatanan keutuhan ciptaan (alam
lingkungan), maka orang Papua kehilangan sumber kehidupan. Tanah leluhur
hilang/hancur, mengalami kelaparan/kesusahan, bahkan mengarah kepada pemusnahan
etnis karena keutuhan ciptaan alam lingkungan telah rusak dan hilang lenyap.
Ketiga, Pembentukan Daerah Otonomi Baru adalah jembatan emas untuk minoritasi
rakyat pribumi Papua. Dengan adanya pemekaran propinsi, kabupaten, kota,
distrik dan kampung baru, maka dapat membuka pintu masuk bagi kaum migran dari
luar Papua. Dampaknya, hak kepemilikan tanah beralih kepada pemerintah dan kaum
migran (hak atas tanah leluhur hilang) dan kekayaan alam hilang lenyap. Dan
seiring dengan itu pusat pusat perekonomian dikuasai oleh kaum migran,
khususnya kaum Bugis, Buton, Makasar, Jawa dan Madura.
Keempat, Pembentukan Daerah Otonomi Baru menjadi kesempatan emas untuk
menciptakan diskriminasi dan marginalisasi. Dengan adanya perampasan tanah dan
sumber daya alam, serta monopoli pusat pusat ekonomi, dan belum adanya
keberpihakan pembangunan kepada masyarakat pribumi Papua, maka orang Papua
mengalami marginalisasi dan diskriminasi di atas tanah leluhurnya.
Kelima, Pembentukan Daerah Otonomi Baru menciptakan ketergantungan. Budaya
kerja keras mengalami degredasi (semakin terkikis), karena kebanyakan warga
sipil hanya menanti kemurahan hati dari pemerintah. Bantuan Beras Miskin
(Raskin) dan Bantuan Uang Tunai Langsung oleh Pemerintah kepada warga sipil
telah menciptakan ketergantungan itu. Dengan bantuan langsung itu, pemerintah
bukan untuk memberdayakan masyarakat setempat, tetapi yang terjadi saat ini
adalah pemerintah membuat rakyat tidak berdaya untuk mengembangkan potensi yang
ada pada masing masing warga sipil dan potensi daerah setempat.
Keenam, Pembentukan Daerah Otonomi Baru membuka pintu masuk bagi pembangunan
Pembentukan Komando Daerah Militer (Kodam) baru, Komando Resort Militer (Korem)
baru, Komando Distrik Militer (Kodim) baru, Polda baru, Polisi Resort (Polres)
baru, Polisi Sektor (Polsek) baru, dan Pos Pos TNI/Polri baru. Dampaknya
keamanan dan hak hidup orang asli Papua semakin terancam. Lebih khusus bagi
para aktifis Pejuang Papua Merdeka. Ruang gerak mereka untuk memperjuangkan hak
hak dasarnya semakin sempit dan dikekang.
Ketujuh, Pembentukan Daerah Otonomi Baru menjadi pintu emas masuknya berbagai
penyakit sosial dan penyakit endemik serta epidemik dari luar Papua. Misalnya,
berbagai tempat prostitusi resmi dan tidak resmi dibangun. Pemerintah
melindungi berbagai prostitusi itu untuk mendatangkan pajak dan retribusi daerah.
Pemerintah tidak melihat dampak buruk dari pembukaan berbagai prostutisi itu.
Dampak dari prostitusi adalah merusak moral (akhlak) masyarakat, menyebarkan
penyakit endemik dan epidemik, seperti HIV/AIDS dan penyakit kelamin lainnya.
Dari data resmi dari Pemerintah RI telah menunjukkan bahwa jumlah pengidap
HIV/AIDS terbesar kedua di Indonesia adalah Papua, sedangkan Jakarta menduduki
urutan pertama.
Kedelapan, Pembentukan Daerah Otonomi Baru menjadi jalan masuk untuk
menghancurkan hutan Papua yang disebut sebagai paru-paru dunia. Dengan adanya
Pemekaran Propinsi, Kabupaten, Kota, Distrik dan kampung baru, maka Tata Ruang
Hidup (TRH) masyarakat pribumi semakin sempit. Hutan hutan ditebang demi
pembangunan perkantoran, perumahan penduduk dan perkebunan/pertanian.
Kesembilan, Pembentukan Daerah Otonomi Baru adalah jembatan emas untuk
meng-islamisasi. Tanah Papua yang dulunya dihuni oleh mayoritas beragama
Kristen, saat ini semakin menjadi minoritas. Bahkan ada Kampung tertentu yang
dulunya menganut agama Kristen, seperti beberapa Kampung di Wamena sudah
berpindah ke agama Islam. Mereka dipengaruhi oleh penganut Islam garis keras
dengan berbagai tawaran murahan untuk menarik masuk ke dalam agama Islam, agar
menanamkan paham paham keras. Seiring dengan Pembentukan Daerah Otonomi Baru
itu, aliran mayoritas migran beragama Islam pun masuk melalui pintu pemekaran
Propinsi, Kabupaten/Kota, Distrik dan Kampung. Dan kini Islam garis keras sudah
semakin menjamur di segala dimensi kehidupan secara sistematis, terencana dan
terukur di Tanah Papua.
Saya tidak
bemaksud untuk melarang orang Papua yang tadinya beragama Kristen untuk masuk
ke Islam; Itu Hak Asasi Manusia, setiap orang berhak dengan bebas memilih dan
menganut salah satu agama. Tetapi cara cara yang ditempuh oleh para penganut
Islam garis keras untuk mengajak orang Papua masuk agama Islam dengan berbagai
tawaran murahan dan janji janji bohong selama ini adalah tindakan yang sangat
tidak terpuji. Saya khawatir bahwa suatu saat nanti tanah Papua akan menjadi
salah satu serambi "Mekah" di Ufuk Timur. Buktinya pembangunan Mesjid
pada saat ini semakin menjamur di Tanah Papua. Inilah salah satu ancaman serius
bagi eksistensi umat Kristen di Tanah Papua.
Kesepuluh, Pembentukan Daerah Otonomi Baru juga dapat memecah belah kesatuan
orang Papua sebagai satu bangsa. Dengan adanya pemekaran baru, muncullah
organisasi bersifat kedaerahan, seiring dengan itu lahirlah sikap egosentris
dan primondialisme kesukuan. Inilah salah satu hasil dari metode pecah belah
dan jajahlah (devide et impera) yang digunakan oleh RI. Metode ini pernah
digunakan oleh resim Belanda untuk menghadapi gerakan pembebasan bangsa
Indonesia. Metode ini, RI sudah lama terapkan juga di tanah Papua untuk
menghadapi gerakan pembebasan bangsa Papua.
Kesebelas, Pembentukan Daerah Otonomi Baru menjadi salah satu jembatan emas
untuk pemusnahan etnis Papua. Semua dampak buruk di atas dari pembentukan
propinsi, kabupaten, kota, distrik dan kampung baru sedang berakibat pada
pemusnahan etnis Papua yang merangkak perlahan-lahan, tetapi pasti, baik secara
terbuka (nyata) dan terselubung (tidak langsung).
Pembentukan Daerah Otonom Baru Bukan Solusi
Dari uraian di atas sudah jelas bahwa pembentukan Daerah Otonomi Baru seperti
propinsi, kabupaten/kota, distrik dan kampung baru yang semakin menjamur di
tanah Papua itu bukan untuk membangun, dan bukan pula untuk memberdayakan warga
setempat, tetapi justru pemekaran pemekaran itu merusak dan membuat rakyat
setempat tidak diberdayakan.
Pemerintah Indonesia berpandangan bahwa dengan adanya pembentukan Daerah Otonom
Baru itu dapat mendekatkan pelayanan pemerintah kepada masyarakat untuk
kesejahteraan masyarakat. Namun, fakta di lapangan terjadi sebaliknya.
Pemekaran-pemekaran itu justru mengancam eksistensi hidup etnis Papua.
Karena itu pemekaran atau pembentukan Daerah Otonom baru itu bukan sebagai
solusi bagi penyelesaian masalah masalah yang ada di tanah Papua. Sebaliknya,
justru pemekaran pemekaran itu menjadi masalah dan melahirkan masalah masalah
baru bagi warga pribumi yang berakibat pada pemusnahan etnis Papua secara
perlahan lahan, tetapi pasti. Memang itulah yang dikehendaki oleh Republik
Indonesia.
Saran dan Rekomendasi
Saya tekankan lagi di sini bahwa pembentukan Daerah Otonom Baru, seperti
propinsi, kabupaten/kota, distrik dan kampung baru di tanah Papua bukan solusi
bagi penyelesaian masalah masalah di tanah Papua. Justru pemekaran-pemekaran
itu dapat mengancam eksistensi dan keberlangsungan hidup etnis Papua. Maka itu,
di bawah ini saya mengemukakan tiga saran dan satu rekomendasi untuk
diperhatikan dan ditindak-lanjuti oleh semua pihak, antara lain:
Pertama, Kepada orang Papua. Selama ini kebanyakan orang Papua terjebak dalam
permainan perpolitikan kotor dari Republik Indonesia. Demi mengejar jabatan,
kekuasaan, kehormatan dan harta kekayaan, ada orang Papua tertentu telah dan
sedang berlomba-lomba untuk membentuk Provinsi baru, kabupaten/kota baru,
distrik baru dan kampung baru. Orang Papua tertentu itu tidak mempertimbangkan
dampak-dampak buruk dari pembentukan daerah baru itu.
Orang Papua
tertipu dan terjebak dalam irama "wayang kulit" yang dimainkan oleh
Jakarta untuk menghancurkan keutuhan ciptaan di Tanah Papua. Orang Papua
tertentu itu telah dibutakan oleh nafsu sesaat yaitu mengejar jabatan,
kekuasaan, kehormatan dan harta kekayaan. Mereka tidak memikirkan keselamatan
eksistensi dan keberlangsungan hidup etnis Papua di atas tanah leluhurnya.
Karena itu saya sarankan: "Segera Anda semua berhenti berlomba-lomba untuk
berbagai pembentukan Daerah Otonom Baru di Tanah Papua".
Kedua, Kepada Republik Indonesia. Kami mengetahui dengan pasti tujuan
terselubung dari Pemerintah Indonesia dibalik pembentukan Daerah Otonom Baru
itu. Tujuan dari pembentukan itu bukan untuk membangun dan memberdayakan rakyat
pribumi Papua demi mencapai kesejahteraan, tetapi sebaliknya, yaitu untuk
merusak dan membuat orang Papua tidak berdaya dalam semua dimensi kehidupan.
Dan hal ini berakibat pada pemusnahan etnis Papua secara perlahan lahan, tetapi
pasti. Karena itu saya katakan: "RI segera berhenti membentuk Daerah
Otonomi Baru, seperti propinsi, kabupaten/kota, distrik dan kampung baru di
Tanah Papua. Camkanlah bahwa pemekaran pemekaran itu hanyalah menambah masalah
masalah baru bagi Papua.
Ketiga, Kepada Negara negara di dunia dan PBB serta solidaritas Internasional.
Kami berharap kepada Anda semua tidak tertipu dengan propoganda dan provokasi
dari Pemerintah Indonesia terkait dengan tujuan dari semua pembentukan
propinsi, kabupaten/kota, distrik dan kampung baru di tanah Papua. Karena
tujuan terselubung dari pembentukan Daerah Otonom Baru itu hanya untuk
menghancurkan keutuhan ciptaan, menyengsarakan orang Papua dan memusnahkan
etnis Papua. Camkanlah bahwa pemekaran-pemekaran itu bukanlah solusi bagi
penyelesaian masalah-masalah di tanah Papua.
***
Karena itu, penulis merekomendasikan bahwa PERUNDINGAN / DIALOG BERMARTABAT
tanpa syarat antara RI dan Bangsa Papua yang difasilitasi oleh pihak ketiga
yang netral dan dilaksanakan di tempat netral adalah SALAH SATU JALAN UNTUK
MENEMUKAN SOLUSI BERMARTABAT. Semua pihak yang menaruh hati dan terpanggil
untuk mewujudkan "Papua Tanah Damai", dan juga semua pihak yang
berkepentingan dengan tanah Papua, agar satukan pandangan dan komitmen bersama
serta melangkah bersama untuk mewujudkan Dialog/Perundingan Bermartabat sebagai
salah satu sarana menemukan solusi bermartabat.
***
Akhirnya, di tengah tiada jalan, pasti kita akan dapat menemukan jalan
alternatif yang bermartabat untuk mewujudkan Damai Sejahtera di bumi Papua.
Kedamaian bagi Papua adalah merupakan kedamaian bagi Indonesia dan dunia.
Pemulihan bagi Papua adalah pemulihan bagi Indonesia dan dunia. Karena masalah
masalah di tanah Papua menjadi duri dalam daging yang selalu menimbulkan rasa
sakit, baik bagi bangsa Papua, Indonesia dan masyarakat Internasional yang
menjunjung tinggi nilai nilai luhur, seperti demokrasi, keadilan, kebenaran,
kejujuran, Hak Asasi Manusia dan Kedamaian.