Minggu, 01 Desember 2013


Pembentukan Provinsi, Kabupaten/Kota, Distrik dan Kampung baru di Tanah Papua pada akhir-akhir ini tumbuh bagaikan jamur di musim hujan. Pemerintah Indonesia telah merencanakan untuk membentuk lima Provinsi baru lagi, ditambah dengan dua Provinsi yang sudah ada sekarang menjadi tujuh Provinsi di tanah Papua.
Untuk memenuhi syarat dan kriteria pembentukan lima Provinsi baru itu, saat ini RI sedang mempercepat pembentukan Kabupaten dan Kota baru di tanah Papua. Banyak pihak terlibat dan berlomba-lomba untuk pembentukkan daerah atau wilayah baru dengan motif dan tujuan yang berbeda beda pula dari para pihak yang terlibat dalam proses pembentukan daerah otonom itu.

Apa tujuan yang hendak dicapai dari pembentukan daerah otonom baru itu? Apa saja dampak yang terjadi akibat dari pembentukan daerah otonom baru itu?

Dasar Pembentukan Daerah Otonom
Dasar pembentukan Daerah Otonomi Baru di Indonesia adalah UU Nomor 32 tahun 2004 tentang Otonomi Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 29 tahun 2000 tentang Persyaratan Pembentukan dan Kriteria Pemekaran, Penghapusan dan Penggabungan Daerah.

Tujuan utama pembentukan Provinsi dan Kabupaten atau Kota baru idealnya adalah untuk memperpendek rentang kendali pelayanan pemerintah kepada masyarakat. Dan ada pula karena alasan historis, budaya atau kultur (etnis), ekonomi dan keadilan, (www.pkkod.lan.go.id).

Demi untuk mewujudkan tujuan-tujuan itu, wakil rakyat (Legislatif) dan pemerintah (Eksekutif) memiliki kewenangan untuk membentuk daerah otonom baru, yaitu Provinsi baru, kabupaten /kota baru, distrik serta kampung baru. Legislatif dan eksekutif memiliki kewenangan untuk meneliti layak dan tidaknya suatu daerah atau wilayah dapat dibentuk menjadi propinsi, kabupaten/kota, distrik dan kampung baru.
Jika berdasarkan kajian telah memenuhi kriteria dan syarat pembentukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Indonesia, maka pembentukan daerah otonom baru layak untuk dilakukan. Dan sebaliknya jika tidak memenuhi syarat dan kriteria yang sudah ditetapkan dalam Undang-undang Pemekaran, maka pembentukan daerah otonom baru tidak layak untuk dilakukan.

Namun, fakta telah membuktikan bahwa banyak pemekaran Otonomi Daerah baru di Indonesia tidak sepenuhnya memenuhi syarat dan kriteria yang menjadi acuan dalam pemekaran itu. Pusat Kajian Otonomi Daerah yang dipimpin oleh Drs. Nurjayadi Pribadi dan kawan kawannya telah menyimpulkan bahwa banyak pemekaran Otonomi Daerah Baru di Indonesia hanyalah euforia belaka. Kebanyakan Otonomi Daerah baru dibentuk karena alasan emosional, bukan rasional, (www.pkkod.lan.go.id). 

Ada beberapa kriteria terpenting yang harus dipenuhi dalam pengusulan pembentukan Daerah Otonom Baru sebagaimana tercantum dalam UU Nomor 32 tahun 2004, pasal 5 ayat (1) disebutkan bahwa harus memenuhi syarat adminitratif, teknis dan fisik kewilayahan, antara lain: luas wilayah, jumlah penduduk, potensi daerah dan sebagainya.

Pembentukan Daerah Otonom Baru Di Tanah Papua   
Apakah pembentukan propinsi, kabupaten /kota, distrik dan kampung baru di tanah Papua itu untuk mencapai tujuan utama dimaksud di atas? Ataukah untuk mencapai tujuan terselubung lain dari RI dibalik pemekaran propinsi, kabupaten, kota, distrik dan kampung yang semakin menjamur di tanah Papua?

Berdasarkan pengamatan dan kajian penulis selama ini, saya menyimpulkan bahwa pemekaran di tanah Papua sarat dengan kepentingan politik, keamanan dan ekonomi semata dari RI dan para sekutunya. Kepentingan politik dan keamanan ini terkait erat dengan konflik Ideologi Politik antara Negara Indonesia dengan bangsa Papua di bahagian Barat.
Konflik itu dapat disebut konflik antara penganut Ideologi Pancasila (RI) dan Ideologi Mabruk (Papua). Untuk mempertahankan Papua dalam NKRI, maka RI menerapkan berbagai strategi Politik dan Keamanan. Strategi politik dan keamanan itu dilakukan dalam rangka mengamankan kepentingan ekonomi dari RI dan para sekutunya di tanah Papua.   

Ada sebuah kajian menarik yang dilakukan oleh Pusat Kajian Otonomi Daerah yang dipimpin oleh Drs. Nurjayadi Pribadi dan kawan kawannya telah menyimpulkan bahwa:  1). Alasan pemekaran daerah lebih didasarkan pada emosional, bukan rasional; 2). Implikasi pemekaran telah menambah beban anggaran pemerintahan negara; 3). Kriteria-kriteria yang digunakan untuk melakukan pemekaran mengacu pada PP (Peraturan Pemerintah) Nomor 29 tahun 2000, tetapi pada kenyataannya daerah yang bersangkutan tidak menunjukkan kemajuan sebagaimana yang diharapkan, (www.pkkod.lan.go.id). 

Dampak Pembentukan Daerah Otonom Baru di Tanah Papua 
Konflik ideologi politik antara RI dan Bangsa Papua sengaja dipelihara oleh RI dan para sekutunya agar Tanah Papua menjadi kebun atau ladang atau dijadikan sebagai dapur dunia. Tujuannya adalah meraih keuntungan ekonomi berlipat ganda, merusak keutuhan ciptaan, (termasuk memusnahkan etnis Papua) dan menguasai tanah Papua secara sistematis dan terencana serta terukur.

Berikut ini saya menampilkan beberapa dampak negatif dari Pembentukan Daerah Otonomi Baru, yaitu Provinsi, Kabupaten/Kota, Distrik dan Kampung baru di Tanah Papua.

Pertama, Pembentukan Daerah Otonom Baru menjadi pintu masuk untuk merusak tatanan keutuhan ciptaan (sumber daya alam dan lingkungan), baik tumbuhan, hewan dan tanah air Papua.

Kedua, Pembentukan Daerah Otonomi Baru menjadi pintu emas untuk menciptakan kemiskinan struktural. Dengan dihancurkannya tatanan keutuhan ciptaan (alam lingkungan), maka orang Papua kehilangan sumber kehidupan. Tanah leluhur hilang/hancur, mengalami kelaparan/kesusahan, bahkan mengarah kepada pemusnahan etnis karena keutuhan ciptaan alam lingkungan telah rusak dan hilang lenyap.

Ketiga, Pembentukan Daerah Otonomi Baru adalah jembatan emas untuk minoritasi rakyat pribumi Papua. Dengan adanya pemekaran propinsi, kabupaten, kota, distrik dan kampung baru, maka dapat membuka pintu masuk bagi kaum migran dari luar Papua. Dampaknya, hak kepemilikan tanah beralih kepada pemerintah dan kaum migran (hak atas tanah leluhur hilang) dan kekayaan alam hilang lenyap. Dan seiring dengan itu pusat pusat perekonomian dikuasai oleh kaum migran, khususnya kaum Bugis, Buton, Makasar, Jawa dan Madura.

Keempat, Pembentukan Daerah Otonomi Baru menjadi kesempatan emas untuk menciptakan diskriminasi dan marginalisasi. Dengan adanya perampasan tanah dan sumber daya alam, serta monopoli pusat pusat ekonomi, dan belum adanya keberpihakan pembangunan kepada masyarakat pribumi Papua, maka orang Papua mengalami marginalisasi dan diskriminasi di atas tanah leluhurnya.
 
Kelima, Pembentukan Daerah Otonomi Baru menciptakan ketergantungan. Budaya kerja keras mengalami degredasi (semakin terkikis), karena kebanyakan warga sipil hanya menanti kemurahan hati dari pemerintah. Bantuan Beras Miskin (Raskin) dan Bantuan Uang Tunai Langsung oleh Pemerintah kepada warga sipil telah menciptakan ketergantungan itu. Dengan bantuan langsung itu, pemerintah bukan untuk memberdayakan masyarakat setempat, tetapi yang terjadi saat ini adalah pemerintah membuat rakyat tidak berdaya untuk mengembangkan potensi yang ada pada masing masing warga sipil dan potensi daerah setempat.     

Keenam, Pembentukan Daerah Otonomi Baru membuka pintu masuk bagi pembangunan Pembentukan Komando Daerah Militer (Kodam) baru, Komando Resort Militer (Korem) baru, Komando Distrik Militer (Kodim) baru, Polda baru, Polisi Resort (Polres) baru, Polisi Sektor (Polsek) baru, dan Pos Pos TNI/Polri baru. Dampaknya keamanan dan hak hidup orang asli Papua semakin terancam. Lebih khusus bagi para aktifis Pejuang Papua Merdeka. Ruang gerak mereka untuk memperjuangkan hak hak dasarnya semakin sempit dan dikekang.

Ketujuh, Pembentukan Daerah Otonomi Baru menjadi pintu emas masuknya berbagai penyakit sosial dan penyakit endemik serta epidemik dari luar Papua. Misalnya, berbagai tempat prostitusi resmi dan tidak resmi dibangun. Pemerintah melindungi berbagai prostitusi itu untuk mendatangkan pajak dan retribusi daerah. Pemerintah tidak melihat dampak buruk dari pembukaan berbagai prostutisi itu. Dampak dari prostitusi adalah merusak moral (akhlak) masyarakat, menyebarkan penyakit endemik dan epidemik, seperti HIV/AIDS dan penyakit kelamin lainnya. Dari data resmi dari Pemerintah RI telah menunjukkan bahwa jumlah pengidap HIV/AIDS terbesar kedua di Indonesia adalah Papua, sedangkan Jakarta menduduki urutan pertama.   
 
Kedelapan, Pembentukan Daerah Otonomi Baru menjadi jalan masuk untuk menghancurkan hutan Papua yang disebut sebagai paru-paru dunia. Dengan adanya Pemekaran Propinsi, Kabupaten, Kota, Distrik dan kampung baru, maka Tata Ruang Hidup (TRH) masyarakat pribumi semakin sempit. Hutan hutan ditebang demi pembangunan perkantoran, perumahan penduduk dan perkebunan/pertanian.

Kesembilan, Pembentukan Daerah Otonomi Baru adalah jembatan emas untuk meng-islamisasi. Tanah Papua yang dulunya dihuni oleh mayoritas beragama Kristen, saat ini semakin menjadi minoritas. Bahkan ada Kampung tertentu yang dulunya menganut agama Kristen, seperti beberapa Kampung di Wamena sudah berpindah ke agama Islam. Mereka dipengaruhi oleh penganut Islam garis keras dengan berbagai tawaran murahan untuk menarik masuk ke dalam agama Islam, agar menanamkan paham paham keras. Seiring dengan Pembentukan Daerah Otonomi Baru itu, aliran mayoritas migran beragama Islam pun masuk melalui pintu pemekaran Propinsi, Kabupaten/Kota, Distrik dan Kampung. Dan kini Islam garis keras sudah semakin menjamur di segala dimensi kehidupan secara sistematis, terencana dan terukur di Tanah Papua.
Saya tidak bemaksud untuk melarang orang Papua yang tadinya beragama Kristen untuk masuk ke Islam; Itu Hak Asasi Manusia, setiap orang berhak dengan bebas memilih dan menganut salah satu agama. Tetapi cara cara yang ditempuh oleh para penganut Islam garis keras untuk mengajak orang Papua masuk agama Islam dengan berbagai tawaran murahan dan janji janji bohong selama ini adalah tindakan yang sangat tidak terpuji. Saya khawatir bahwa suatu saat nanti tanah Papua akan menjadi salah satu serambi "Mekah" di Ufuk Timur. Buktinya pembangunan Mesjid pada saat ini semakin menjamur di Tanah Papua. Inilah salah satu ancaman serius bagi eksistensi umat Kristen di Tanah Papua.

Kesepuluh, Pembentukan Daerah Otonomi Baru juga dapat memecah belah kesatuan orang Papua sebagai satu bangsa. Dengan adanya pemekaran baru, muncullah organisasi bersifat kedaerahan, seiring dengan itu lahirlah sikap egosentris dan primondialisme kesukuan. Inilah salah satu hasil dari metode pecah belah dan jajahlah (devide et impera) yang digunakan oleh RI. Metode ini pernah digunakan oleh resim Belanda untuk menghadapi gerakan pembebasan bangsa Indonesia. Metode ini, RI sudah lama terapkan juga di tanah Papua untuk menghadapi gerakan pembebasan bangsa Papua. 

Kesebelas, Pembentukan Daerah Otonomi Baru menjadi salah satu jembatan emas untuk pemusnahan etnis Papua. Semua dampak buruk di atas dari pembentukan propinsi, kabupaten, kota, distrik dan kampung baru sedang berakibat pada pemusnahan etnis Papua yang merangkak perlahan-lahan, tetapi pasti, baik secara terbuka (nyata) dan terselubung (tidak langsung). 

Pembentukan Daerah Otonom Baru Bukan Solusi
Dari uraian di atas sudah jelas bahwa pembentukan Daerah Otonomi Baru seperti propinsi, kabupaten/kota, distrik dan kampung baru yang semakin menjamur di tanah Papua itu bukan untuk membangun, dan bukan pula untuk memberdayakan warga setempat, tetapi justru pemekaran pemekaran itu merusak dan membuat rakyat setempat tidak diberdayakan.

Pemerintah Indonesia berpandangan bahwa dengan adanya pembentukan Daerah Otonom Baru itu dapat mendekatkan pelayanan pemerintah kepada masyarakat untuk kesejahteraan masyarakat. Namun, fakta di lapangan terjadi sebaliknya. Pemekaran-pemekaran itu justru mengancam eksistensi hidup etnis Papua.

Karena itu pemekaran atau pembentukan Daerah Otonom baru itu bukan sebagai solusi bagi penyelesaian masalah masalah yang ada di tanah Papua. Sebaliknya, justru pemekaran pemekaran itu menjadi masalah dan melahirkan masalah masalah baru bagi warga pribumi yang berakibat pada pemusnahan etnis Papua secara perlahan lahan, tetapi pasti. Memang itulah yang dikehendaki oleh Republik Indonesia.

Saran dan Rekomendasi
Saya tekankan lagi di sini bahwa pembentukan Daerah Otonom Baru, seperti propinsi, kabupaten/kota, distrik dan kampung baru di tanah Papua bukan solusi bagi penyelesaian masalah masalah di tanah Papua. Justru pemekaran-pemekaran itu dapat mengancam eksistensi dan keberlangsungan hidup etnis Papua. Maka itu, di bawah ini saya mengemukakan tiga saran dan satu  rekomendasi untuk diperhatikan dan ditindak-lanjuti oleh semua pihak, antara lain:

Pertama, Kepada orang Papua. Selama ini kebanyakan orang Papua terjebak dalam permainan perpolitikan kotor dari Republik Indonesia. Demi mengejar jabatan, kekuasaan, kehormatan dan harta kekayaan, ada orang Papua tertentu telah dan sedang berlomba-lomba untuk membentuk Provinsi baru, kabupaten/kota baru, distrik baru dan kampung baru. Orang Papua tertentu itu tidak mempertimbangkan dampak-dampak buruk dari pembentukan daerah baru itu.
Orang Papua tertipu dan terjebak dalam irama "wayang kulit" yang dimainkan oleh Jakarta untuk menghancurkan keutuhan ciptaan di Tanah Papua. Orang Papua tertentu itu telah dibutakan oleh nafsu sesaat yaitu mengejar jabatan, kekuasaan, kehormatan dan harta kekayaan. Mereka tidak memikirkan keselamatan eksistensi dan keberlangsungan hidup etnis Papua di atas tanah leluhurnya. Karena itu saya sarankan: "Segera Anda semua berhenti berlomba-lomba untuk berbagai pembentukan Daerah Otonom Baru di Tanah Papua".

Kedua, Kepada Republik Indonesia. Kami mengetahui dengan pasti tujuan terselubung dari Pemerintah Indonesia dibalik pembentukan Daerah Otonom Baru itu. Tujuan dari pembentukan itu bukan untuk membangun dan memberdayakan rakyat pribumi Papua demi mencapai kesejahteraan, tetapi sebaliknya, yaitu untuk merusak dan membuat orang Papua tidak berdaya dalam semua dimensi kehidupan. Dan hal ini berakibat pada pemusnahan etnis Papua secara perlahan lahan, tetapi pasti. Karena itu saya katakan: "RI segera berhenti membentuk Daerah Otonomi Baru, seperti propinsi, kabupaten/kota, distrik dan kampung baru di Tanah Papua. Camkanlah bahwa pemekaran pemekaran itu hanyalah menambah masalah masalah baru bagi Papua.

Ketiga, Kepada Negara negara di dunia dan PBB serta solidaritas Internasional. Kami berharap kepada Anda semua tidak tertipu dengan propoganda dan provokasi dari Pemerintah Indonesia terkait dengan tujuan dari semua pembentukan propinsi, kabupaten/kota, distrik dan kampung baru di tanah Papua. Karena tujuan terselubung dari pembentukan Daerah Otonom Baru itu hanya untuk menghancurkan keutuhan ciptaan, menyengsarakan orang Papua dan memusnahkan etnis Papua. Camkanlah bahwa pemekaran-pemekaran itu bukanlah solusi bagi penyelesaian masalah-masalah di tanah Papua.

***
Karena itu, penulis merekomendasikan bahwa PERUNDINGAN / DIALOG BERMARTABAT tanpa syarat antara RI dan Bangsa Papua yang difasilitasi oleh pihak ketiga yang netral dan dilaksanakan di tempat netral adalah SALAH SATU JALAN UNTUK MENEMUKAN SOLUSI BERMARTABAT. Semua pihak yang menaruh hati dan terpanggil untuk mewujudkan "Papua Tanah Damai", dan juga semua pihak yang berkepentingan dengan tanah Papua, agar satukan pandangan dan komitmen bersama serta melangkah bersama untuk mewujudkan Dialog/Perundingan Bermartabat sebagai salah satu sarana menemukan solusi bermartabat.

***
Akhirnya, di tengah tiada jalan, pasti kita akan dapat menemukan jalan alternatif yang bermartabat untuk mewujudkan Damai Sejahtera di bumi Papua. Kedamaian bagi Papua adalah merupakan kedamaian bagi Indonesia dan dunia. Pemulihan bagi Papua adalah pemulihan bagi Indonesia dan dunia. Karena masalah masalah di tanah Papua menjadi duri dalam daging yang selalu menimbulkan rasa sakit, baik bagi bangsa Papua, Indonesia dan masyarakat Internasional yang menjunjung tinggi nilai nilai luhur, seperti demokrasi, keadilan, kebenaran, kejujuran, Hak Asasi Manusia dan Kedamaian. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar